Selasa, 16 April 2013

Kematian Orangutan di Kalimantan

Kematian orang utan di Kalimantan Barat menjadi keprihatinan banyak pihak, terutama yang peduli terhadap upaya konservasi. Berikut ini adalah kronologi ditemukannya orang utan itu hingga akhirnya mati pada Rabu (29/8/2012) malam.
 

Sabtu (25/8/2012) petang orang utan diketahui ada di kebun warga di Dusun Parit WA'dongka, Wajok Hilir, Kabupaten Pontianak. Warga melaporkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalbar dan World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia Program Kalbar.    
Pada Minggu pagi, upaya evakuasi mulai dilakukan. Sebanyak tiga tembakan obat bius tidak mampu melumpuhkan orang utan jantan berumur 17 tahun dengan bobot 70 kilogram. Warga lalu berinisiatif mengasapi orang utan yang tinggal di pelepah pohon kelapa supaya orang utan turun. Saat pengasapan, api memercik ke dahan pohon kelapa yang kering sehingga dan api menyambar orang utan.    
Orang utan yang mengalami luka bakar masih berpindah pohon rambutan. Pada Senin upaya evakuasi berhasil. Namun, orang utan mengalami dehidrasi dan stres karena berinteraksi dengan orang selama beberapa hari. Orang utan langsung dirawat di Daops Manggala Agni Kalbar.    
Tim gabungan yang melakukan evakuasi yakni BKSDA Kalimantan Barat, Yayasan Titian, International Animal Rescue (IAR), Lembaga Gemawan dan WWF-Indonesia pada Rabu sepakat untuk membawa orang utan ke IAR agar perawatan bisa lebih intensif. Rabu pukul 19.00, orang utan dibawa melalui jalan darat dari Manggala Agni di Rasau Jaya, Kubu Raya ke Ketapang.
Namun, menjelang perbatasan Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Sanggau, orang utan yang diperiksa berkala oleh dokter hewan yang menyertainya, ternyata sudah tidak bergerak. Sekitar pukul 22.30, orang utan dinyatakan mati.     
Orang utan lalu dibawa kembali ke Kota Pontianak untuk diotopsi. Otopsi lalu dilakukan di klinik hewan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kalbar.

sumber: kompas

Dampak Perubahan Iklim Terhadap Habitat Orangutan


                                                               
Orangutan harus dijaga kelestariannya dan dapat dipertahankan keberlangsungan hidupnya dalam waktu yang  panjang karena primata frugivora (pemakan buah, termasuk daun dan kambium) ini memiliki peranan sangat penting dalam  menjamin kelestarian hutan yang menjadi habitatnya. Banyak jenis pohon buah di hutan yang penyebarannya sangat tergantung kepada primata langka ini dan diketahui hingga saat ini lebih  terdapat lebih dari 1000 jenis tanaman , hewan kecil dan jamur yang menjadi pakan orangutan.
Semoga laporan ini dapat mendukung upaya pelestarian orangutan, sekaligus sebagai salah satu upaya untuk membantu mengurangi emisi karbondioksida  melalui kelestarian hutan yang menjadi habitatnya. Kelestarian orangutan hanya bisa dicapai jika terdapat  dukungan sungguh-sungguh dan optimal dari seluruh pihak yang berkepentingan terhadap kelestarian satwa ‘flagship’ ini dengan  didasari  pemahaman bersama yang jelas tentang makna dan fungi kelestarian orangutan di habitat alaminya.


Orangutan merupakan satu-satunya dari empat taksa kera besar yang hidup di Asia, sementara tiga kerabatnya yang lain, yaitu;  gorila, chimpanzee dan bonobo hidup di benua Afrika. Terdapat dua jenis orangutan, yaitu orangutan Sumatra (Pongo abelii) yang  penyebarannya terbatas pada bagian utara Sumatera dan orangutan Borneo (Pongo pygmaeus), yang masih terdapat di beberapa tempat yang merupakan kantong-kantong habitat di Sabah dan Sarawak terutama di daerah rawa gambut serta hutan dipterokarp dataran rendah di bagian barat daya Kalimantan antara Sungai Kapuas dan Sungai Barito (propinsi  Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah), serta sebelah timur Sungai Mahakam ke arah utara (provinsi Kalimantan Timur dan Sabah). Indonesia memiliki posisi yang sangat penting dalam konservasi orangutan di dunia, karena sebagian besar populasi orangutan yang masih bertahan hidup hingga saat ini berada  di wilayah Republik Indonesia




Diketahui bahwa jumlah populasi orangutan liar telah menurun secara kontinyu dalam beberapa dekade terakhir akibat semakin berkurangnya hutan-hutan dataran rendah dan dalam beberapa tahun belakangan ini penurunan populasi yang terjadi cenderung semakin cepat. Masih terjadinya perburuan dan perdagangan orangutan, termasuk untuk diselundupkan ke luar negeri juga memberikan kontribusi terhadap penurunan populasi orangutan liar di alam. Hilangnya habitat dan perburuan serta perdagangan masih merupakan ancaman utama terhadap keberlangsungan hidup orangutan di Indonesia. 

Pemerintah Indonesia sudah melakukan berbagai upaya untuk melestarikan orangutan dan habitatnya dengan mengeluarkan berbagai peraturan perundangan  serta mengembangkan berbagai program kemitraan dengan sektor lain dan pemangku kepentingan lainnya. Bersama dengan seluruh pemangku kepentingan terkait, termasuk para ahli orangutan nasional maupun internasional, pemerintah juga telah menyusun Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan 2008 – 2017 untuk mendukung upaya konservasi orangutan. Dimasa mendatang, sektor industri kehutanan seperti HPH, sawit dan  hutan tanaman diharapkan dapat berperan lebih banyak untuk mendukung upaya konservasi orangutan yang terdapat di area konsesi mereka.

Perubahan iklim di masa mendatang, diperkirakan akan menjadi ancaman serius terhadap konservasi orangutan,  terutama pada aspek ketersediaan sumber pakan akibat terganggunya sistim perbungaan dan perbuahan pohon yang menjadi sumber pakannya karena adannya  kenaikan suhu dan curah hujan. Ancaman lain adalah hilang serta rusaknya habitat akibat terjadinya  kebakaran hutan yang dipicu oleh gejala perubahan iklim. Kebakaran hutan tahun 1997/1998  yang diketahui dipicu oleh gejala El Nina telah menjadi pemicu terbakarnya  jutaan hektar hutan, termasuk habitat orangutan serta menimbulkan banyak korban orangutan dalam jumlah yang signifikan. Gejala perubahan iklim pada periode tahun itu  juga diketahui telah mempengaruhi pola perbungaan dan perbuahan pohon hutan di Taman Nasional Kayan Mentarang Kalimantan Timur sehingga berpengaruh terhadap kehidupan berbagai jenis satwa.  Terkait dengan hal tersebut,  kami menghargai dan menyambut baik disusunnya laporan “Climate Change Impact on Orangutan Habitat” yang bisa dijadikan referensi penting untuk pengembangan program konservasi orangutan khususnya terkait dengan adanya gejala perubahan iklim. Contoh kasus Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah yang dikaji dalam laporan ini juga menarik untuk disimak, karena habitat orangutan di taman nasional ini merupakan hutan rawa gambut yang menyimpan banyak karbondioksida dan jumlah populasi orangutan di taman nasional tersebut, merupakan salah satu populasi yang paling “viable’ bagi orangutan. Melestarikan orangutan di taman nasional ini dapat berfungsi mencegah terjadinya emisi karbon dari kawasan tersebut karena terjaganya hutan yang menjadi habitatnya. Laporan ini merupakan masukan berharga bagi  unit manajemen Taman Nasional Sebangau dalam pengembangan program untuk melestarikan orangutan dan habitatnya, terutama dalam  kaitannya dengan adannya  perubahan iklim.




Orangutan Hasil Evakuasi dari Desa Parit Wa’dongka tidak Berhasil Diselamatkan

Pontianak --- Setelah melalui perawatan secara intensif selama tiga hari sejak berhasil dievakuasi 27 Agustus lalu, Orangutan dari Desa Wajok Hilir, Kalimantan Barat akhirnya tidak berhasil diselamatkan. Orangutan yang masuk perkampungan warga ini mati pada hari rabu (29/8) lalu, pukul 22.30 dalam perjalanan menuju fasilitas perawatan Pusat Rehabilitasi & Konservasi International Animal Rescue (IAR) di Ketapang. Saat ini mayat orangutan sedang dalam proses otopsi untuk mengetahui sebab kematian satwa tersebut.

Menurut hasil pemeriksaan petugas medis pasca evakuasi, luka yang dialami tidak membahayakan dengan perkiraan waktu pemulihan sekitar 2-3 minggu sebelum dapat dilepasliarkan kembali. Bahkan pada 28 Agustus satwa tersebut sudah mulai mau mengkonsumsi buah-buahan. Sayangnya, tingkat stress dan dehidrasi satwa tersebut memang masih sangat tinggi.

Berdasarkan rekomendasi medis, tim gabungan yang terdiri dari Balai KSDA Provinsi Kalimantan Barat, Yayasan Titian, Yayasan IAR, Lembaga Gemawan dan WWF-Indonesia memutuskan untuk memberangkatkan Orangutan ke IAR Ketapang untuk perawatan yang lebih baik pada hari Rabu, 29 Agustus 2012 pukul 19.00 WIB.

Jalur yang dipilih adalah melalui jalur darat Trans Kalimantan dengan meminimalisir interaksi dengan manusia untuk mengurangi kadar stress orangutan. Pemeriksaan sebelum keberangkatan menunjukkan kondisi orangutan memungkinkan untuk menempuh jalur tersebut. Pada pemeriksaan lanjutan dalam pukul 22.00, di daerah Kubu Raya, orangutan tidak menunjukkan pergerakan sebagaimana mestinya. Setelah melalui pemeriksaan intensif oleh Drh. Ahmad Syifa Sidik, S.KH, pada pukul 22.30 orangutan tersebut dinyatakan mati. Mayat orangutan kembali dibawa ke Pontianak untuk menjalani proses otopsi

“Saat ini kami sedang menunggu hasil otopsi untuk mengetahui sebab kematian orangutan jantan yang kami evakuasi dari Wajok Hilir. Sangat disayangkan proses penyelamatan yang telah dilakukan bersama dalam beberapa hari terakhir tidak mampu menyelamatkan Orangutan tersebut,” ungkap M. Hermayani Putera, Manajer Program Kalimantan Barat, WWF-Indonesia.

Orangutan jantan jenis Pongo pygmaeus pygmaeus berusia sekitar 16-17 tahun dengan berat sekitar 70 kg tersebut memasuki kawasan sekitar pemukiman warga pada 25 Agustus 2012 lalu. “Diperkirakan satwa ini terdesak masuk ke kebun dan pemukiman masyarakat untuk mencari makanan akibat hutan  alam sebagai habitatnya semakin berkurang dan tidak mampu lagi menyediakan pakan,” tambah M. Wahyu Putra, Koordinator Media Kampanye Tumbuhan Satwa Liar (TSL) Yayasan Titian.

sumber: wwfID

Bornean orangutan

Ketiga orangutan subspesies telah mengalami penurunan dramatis dalam habitat dan angka. Peristiwa masa lalu di Kalimantan menunjukkan bahwa populasi besar atau bahkan tampaknya terlindungi tidak dapat dianggap aman atau tanpa perlu upaya perlindungan yang kuat.

 Close up face portrait of male orang utan (Pongo pygmaeus) rel=

Program Konservasi Orangutan Sumatera

Orangutan sumatra (Pongo abelii) terancam keberadaan populasinya dengan jumlah yang tersisa pada saat ini hanya sekitar 6.600 ekor saja. Oleh karena itu, dengan populasinya semakin menurun, orangutan sumatra diadopsi olehWorld Conservation Union (IUCN) ke dalam daftar merah spesies terancam yang mereka keluarkan di bawah kategori Spesies Sangat Terancam Punah (Critically Endangered). Penghancuran massal terhadap hutan hujan tropis yang merupakan habitat mereka menjadi salah satu alasan utama menurunnya jumlah orangutan di alam liar.
 


Manusia dan aktifitas mereka merupakan ancaman yang serius terhadap keberadaan orangutan sumatera, seperti halnya terhadap banyak spesies hewan lainnya di Indonesia. Habitat alami mereka, hutan hujan tropis terutama yang berada di dataran rendah, terus menyusut hingga batas membahayakan di bawah tekanan pertumbuhan penduduk, sebagai dampak perluasan area pertanian serta pemanfaatan hutan secara berlebihan dan melanggar peraturan. Kebakaran hutan disebabkan metode tebang dan bakar yang terus berlanjut menyebabkan kerusakan hutan yang tidak bisa diukur lagi.
Program Konservasi Orangutan Sumatra (PKOS), atau secara internasional dikenal sebagai Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP)merupakan program kolaborasi yang melibatkan PanEco Swiss,YEL, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Dit. Jen PHKA) Kementerian Kehutanan dan Frankfurt Zoological Society (FZS). Program ini memiliki berbagai kegiatan yang melibatkan semua aspek tentang pelestarian orangutan sumatera, antara lain:
  • Penyelamatan, karantina dan pelepas liaran orangutan yang dipelihara secara illegal
  • Survei dan pemantauan populasi orangutan sumatera yang masih tersisa
  • Penelitian tentang pelestarian dan ekologi perilaku orangutan sumatera di alam liar
  • Pendidikan konservasi dan penyadaran
Tujuan
Upaya-upaya untuk meningkatkan kesempatan bagi orangutan untuk bertahan hidup merupakan tujuan umum di bawah payung PKOS, dengan fokus utama penyitaan, karantina, sosialisasi dan reintroduksi (pelepas liaran) terhadap orangutan sitaan  yang sebelumnya dipelihara secara ilegal.
Sejak 1973, orangutan Sumatera yang sebelumnya dipelihara secara illegal sebagai hewan peliharaan, telah berhasil dilepaskan ke lingkungan Taman Nasional Gunung Leuser, di dekat perkebunan desa Bukit Lawang di Sumatera Utara. Meskipun begitu, pada pertengahan tahun ’90-an, peraturan dan regulasi nasional maupun internasional membuat pelepasan liaran orangutan ke beberapa wilayah yang telah dihuni oleh orangutan liar yang sehat telah membuat jumlah populasinya tidak dapat diterima (dikarenakan resiko penularan penyakit dan kelebihan populasi). Tindakan kemudian diambil oleh PanEco dengan melibatkan YEL dalam mendirikan sebuah pusat karantina orangutan di Batu Mbelin, Sibolangit, Sumatera Utara, sebagai pusat pemeriksaan medis bagi orangutan yang sebelumnya dijadikan hewan peliharaan secara ilegal dan, bersama-sama dengan Frankfurt Zoological Society,  mendirikan sebuah Pusat Reintroduksi Orangutan di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh di Jambi, dimana pada saat ini telah berhasil mereintroduksi orangutan sehat yang jumlahnya mencapai 100 ekor.
Selain daripada kegiatan reintroduksi, PKOS juga aktif dalam penelitian, survei dan monitoring terhadap populasi orangutan liar yang tersisa, bekerja untuk meningkatkan perlindungan terhadap sisa habitat orangutan yang tersisa di Sumatera dan meningkatkan pendidikan konservasi dan kesadaran diantara komunitas yang hidup berdampingan dengan habitat orangutan liar. Untuk tujuan tersebut, stasiun rehabilitasi lama yang terletak di tepi sungai Bohorok di kaki Taman Nasional Gunung Leuser  direstrukturisasi kembali menjadi pusat pengkajian dan pengamatan orangutan.
Di awal tahun 2011, PKOS bekerja sama dengan Dit.Jen PHKA Kementerian Kehutanan dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh meresmikan pusat pelepas liaran orangutan yang berada di dalam kawasan Cagar Alam Hutan Pinus Jantho atas izin Kementerian Kehutanan dan hingga saat ini telah melepas liarkan sebanyak 14 orangutan yang berasal dari Aceh dan sebelumnya dirawat di pusat karantina Batu Mbelin.

Fakta Tentang OrangUtan

Orang Utan termasuk hewan yang dilindungi undang - undang di Indonesia. Sayangnya banyak dari Orang Utan yang mulai tergusur akibat keserakahan manusia. Mereka memiliki rumah di alam dan harus pergi karena rumah alamnya di pakai manusia dengan berbagai alasan. Dan berikut ini fakta tentang Orang Utan Sumatera.



1. Orang Utan Sumatera merupakan satu spesies tersendiri yang dikenal sebagai Pongo abelii, sedangkan Orang Utan Kalimantan terbagi menjadi 3 sub - spesies yaitu Pongo pygmaeus - pygmaeus, Pongo pygmaeus wurmbi, dan Pongo pygmaeus morio.

2. Orang Utan Sumatera merupakan salah satu spesies yang masuk dalam kategori terancam punah ( critically endangered ).

3. Dibandingkan saudara dekatnya Orang Utan Sumatera lebih sering menghabiskan waktunya untuk bergerak diantara pohon - pohon daripada bergerak pindah menyusuri tanah.

4. Orang Utan Sumatera saat ini hanya dapat dijumpai secara alami di bagian utara Pulau Sumatera, meskipun saat ini sedang dilakukan upaya reintroduksi Orang Utan Sumatera di Jambi. Sedangkan Orang Utan Kalimantan tersebar di seluruh pulau Kalimantan.

5. Analisis DNA menyimpulkan bahwa Orang Utan memiliki 97% kesamaan genetik dengan manusia, sehingga mudah terjadi penularan penyakit dari Orang Utan ke manusia ataupun sebaliknya ( zoonosis ).

6.Orang Utan Sumatera menggunakan 54 jenis alat untuk memperoleh serangga atau madu dan 20 alat untuk membuka dan menyiapkan buah. Diperkirakan 65% Orang Utan Sumatera menggunakan alat untuk makan.

7. Orang Utan Sumatera lebih sosial dibandingkan Orang Utan Kalimantan

Orangutan mengimbau SBY: “Jangan bantai kami.”









Demo pelestari lingkungan di depan Istana Negara, Jakarta, Senin (15/4/2013). —
Memang bukan orangutan, mereka itu orang beneran yang berbaju mawas, yang beraksi di depan Istana Negara, Jakarta, siang kemarin (15/4/2013). Mereka, dari jaringan pelestari lingkungan, mengimbau Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyetop pembantaian orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) Taman Nasional Tanjungputing, Kalteng, yang tinggal 2.0000-an ekor.

Menurut Direktur ProFauna Indonesia Rosek Nursahid, yang dikutip Antara pekan lalu, populasi orangutan tinggal 8.000 ekor. Artinya, dalam sepuluh tahun jumlah orangutan merosot 80%. Habitat orangutan kian terdesak oleh pembakalan dan perkebunan. Itu pun masih ditambah penangkapan dan pembantaian.

Friends Of OrangUtan

Sahabat Orangutan


Orangutan adalah satu-satunya kera besar yang ada di Asia dan hanya dapat ditemukan di Pulau Kalimantan dan Sumatera. Kera besar lainnya yaitu gorilla, simpanse dan bonobo hidup di Afrika. Orangutan sendiri dibagi menjadi 2 spesies yaitu Pongo Pygmaeus yang hidup di Kalimantan dan Pongo Abelii yang ada di Sumatra.

Populasi orangutan kian hari kian berkurang, bahkan dalam 20 tahun terakhir populasi orangutan Kalimantan telah berkurang hingga 55%. Orangutan Sumatera masuk dalam kategori sangat terancam punah karena populasinya tinggal 7.500 individu di alam.  Sementara orangutan Kalimantan masuk dalam kategori terancam punah dan tersisa 57.000 individu. Beberapa penyebab berkurangnya populasi orangutan diantaranya adalah praktik perburuan dan pembalakan liar, alihnya fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit, perubahan iklim, serta kebakaran hutan.


Mengapa orangutan?

Orangutan berfungsi sebagai distributor utama biji-bijian di seluruh kawasan hutan. Ia berperan penting dalam menjaga keseimbangan dan keberlanjutan ekosistem. Orangutan juga berperan besar dalam pemeliharaan habitat mereka yakni hutan itu sendiri. Jika orang-utan punah, maka hutan suatu hari nanti pun akan hilang. Dengan kata lain, jika kelestarian orangutan terjaga, maka hutan pun akan lestari, dan manusia yang hidup bergantung pada sumber daya hutan pun akan sejahtera.


Apa yang dilakukan WWF?
  • Riset dan monitoring orangutan
  • Penyadartahuan kepada masyarakat tentang pentingnya keberadaan orangutan sebagai pemelihara hutan
  • Bekerja sama dengan pemerintah lokal, masyarakat, , dan pihak swasta untuk membuat koridor sebagai penghubung habitat orangutan
  • Mengembangkan ekowisata orangutan berbasis penelitian bersama masyarakat lokal
  • Mendukung penegakan hukum untuk menyelamatkan orangutan beserta habitatnya
  • Membangun stasiun riset orangutan di Embaloh, Taman Nasional Betung Kerihun

Sahabat Orangutan


WWF Indonesia mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya konservasi orangutan.  Oleh karena itu WWF Indonesia meluncurkan program “Sahabat Orangutan” sebagai wadah bagi masyarakat secara luas yang memiliki kepedulian terhadap kelestarian orangutan dan ingin berkontribusi secara langsung dalam upaya penyelamatan satwa kharismatik ini. 

 

Senin, 15 April 2013

9 Orangutan Diselamatkan di Kalimantan Tengah


Saat kegembiraan pelepasliaran orangutan pada Februari lalu masih terasa, ada satu kisah sedih yang menyelip. Yayasan BOS Nyaru Menteng bekerja sama dengan BKSDA Kalimantan Tengah harus melakukan penyelamatan orangutan di kawasan perkebunan kelapa sawit PT Surya Citra Cemerlang (PT SCC), Desa Patai, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah.
Sejumlah orangutan berlindung di hutan sempit seluas kira-kira 3 Ha yang berada dekat dengan salah satu blok perkebunan itu. Salah seorang pekerja PT SCC mengaku sering melihat orangutan keluar dari hutan itu dan merusak umbut kelapa sawit yang baru mereka tanam. Bahkan ia menuturkan sebelum Tim Rescue datang, hal tersebut sudah berulang kali terjadi selama 3 bulan. “Karena itu kami menginginkan adanya kerjasama untuk menangani konflik tersebut dengan pihak terkait,” tutur Ihsan Muhklis, Manager Astate PST SCC.
Orangutan liar di kawasan hutan sempit dekat blok perkebunan kelapa sawit. Foto: Kisar Odom
Selain Tim Rescue orangutan yang terdiri dari personel BKSDA dan Yayasan BOS Nyaru Menteng, kegiatan operasi penyelamatan orangutan ini juga dibantu oleh beberapa personil yang terdiri dari pekerja lapangan PT SCC. Kegiatan penyelamatan ini berlangsung selama 3 hari, tanggal 19-20 Februari lalu dan telah berhasil menyelamatkan 9 individu orangutan dari salah satu blok  perkebunan kelapa sawit tersebut. Mereka terdiri dari 3 pasang induk dan anak, 2 betina remaja serta 1 jantan remaja.
Operasi penyelamatan orangutan. Foto: Kisar Odom
Operasi penyisiran kawasan blok perkebunan hari pertama (19 Feb) dilaksanakan mulai pukul 7 pagi. Tak lama menyisir blok, Tim menemukan induk dan anak orangutan liar. Setelah proses evakuasi selama kurang lebih 2 jam, Tim melanjutkan penyisiran hingga ujung kawasan hutan ke arah barat. Di sana Tim menemukan 2 orangutan remaja bergelayut di atas pohon tinggi. Operasi Penyelamatan hari pertama berakhir pada pukul 2 siang dengan 4 individu orangutan berhasil dievakuasi.
Tak jauh berbeda dengan penyisiran di hari pertama, pada hari kedua (20 Feb) Tim Penyelamat kembali melakukan pencarian. Setelah sebelumnya menyisir ke arah barat, kali ini Tim menyisir ke arah timur. Diduga kuat terdapat orangutan di kawasan tersebut, karena ditemukannya sarang orangutan. Di hari kedua, Tim berhasil menyelamatkan 5 orangutan dari kawasan itu.
Orangutan siap dipindahkan ke Midway House Nyaru Menteng. Foto: Kisar Odom
Total 9 orangutan telah berhasil diselamatkan. Kini mereka menjalani perawatan dan ditempatkan di kandang karantina “Midway House” di Yayasan BOS Nyaru Menteng. Setelah sebelumnya mereka terjebak di hutan sempit yang minim akan pakan, kini kesembilan orangutan ini menunggu untuk kembali ke rumah mereka yang lebih layak dan aman.
Sesungguhnya rescue and release merupakan opsi terakhir dalam usaha penyelamatan orangutan. Usaha yang lebih penting untuk dilakukan, khususnya bagi sektor swasta, dalam hal ini perusahaan, adalah menerapkan Best Management Practices (BMP). Penerapan BMP misalnya, perusahaan tetap menjaga areal yang memiliki nilai keanekaragaman hayati tinggi atau menyisakan hutan yang layak di areal konsesinya sebagai tempat tinggal orangutan atau spesies lainnya. Rescue and release menjadi pilihan terakhir karena sudah tidak ada lagi hutan yang layak bagi orangutan di areal konsesi perusahaan itu.
sumber :  orangutan.or.id

Dua Perusahaan HTI Bentuk Satgas Penyelamatan Orang Utan



Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Timur, Taman Nasional Kutai, dan dua perusahaan Hutan Tanaman Industri di Kaltim membentuk Satuan Tugas Penyelamatan Orang Utan.

Dua perusahaan itu, yakni PT Sumalindo Hutani Jaya dan PT Surya Hutani Jaya, menandatangani nota kesepahaman mendukung konservasi orang utan.

Satgas ini telah mendapat legalitas dari pemerintah.

Konservasi orang utan harus terpadu dan terintegrasi. Ini bukan hanya tentang siapa yang menangkap jika ada orang utan masuk ke areal perkebunan atau ke permukiman, tetapi juga di mana melepasliarkan mereka lagi.

Dua perusahaan itu telah membentuk satgas orang utan," kata Kepala BKSDA Kaltim, yang juga Penanggung Jawab Satgas Penyelamatan Orang Utan di Kaltim Tandya Tjahjana, Rabu (13/3), usai penandatangan MoU di Kantor BKSDA Kaltim.

Tentang Orangutan

STATUS ORANGUTAN
Populasi terkini diperkirakan lebih kecil dari 30.000 individu yang tersebar di dua daerah sebaran (Sumatera dan Kalimantan). Menurut perkiraan, jumlah orangutan liar yang terdapat di hutan Sumatera hanya sekitar 6.500 – 7.500 individu saja. Dan orangutan liar yang terdapat di Kalimantan sekitar 12.000 – 13.000 individu. Ini merupakan pengurangan dari jumlah yang ada pada 10 tahun yang lalu (30% – 50% terjadi pengurangan jumlah).
Dalam dekade 20 tahun ini, menurut IUCN pada tahun 1993 sekitar 80% habitat mereka telah hilang atau musnah. Dan IUCN memperhitungkan bila keadaan ini dibiarkan, maka dalam 10 – 20 tahun ke depan orangutan akan punah. Sehingga IUCN mengkategorikan orangutan sebagai critically endangered species atau sebagai satwa yang terancam punah.
Selain itu ancaman juga datang dari kegiatan perburuan hewan, baik itu untuk diperdagangkan sebagai binatang peliharaan atau untuk dimakan dagingnya.
Untuk mendapatkan seekor bayi orangutan, maka harus membunuh induknya, dan jika bayi tersebut masih selamat jatuh dari atas pohon, maka bayi tersebut diambil oleh pemburu gelap.
MORFOLOGI ORANGUTAN SUMATERA
Tinggi
Jantan : 120 – 150 cm
Betina : 100 – 120 cm
Berat
Jantan : 50 – 90 kg (di alam liar); sedangkan di karantina dapat mencapai 120 kg atau lebih.
Betina : 30 – 60 kg
Panjang Lengan, 60 – 90 cm atau 2/3 (dua per tiga) dari tinggi badan.
Warna Tubuh
Kemerah-merahan hingga coklat kehitam-hitaman, janggut pada Orangutan Sumatera (jantan) berwarna merah hingga jingga.
Tampilan Fisik
Tampilan wajah : sekitar mata tidak berbulu dan mempunyai telinga yang kecil. Memiliki tubuh yang tinggi, bulu/rambut yang kusut, dan lengan yang panjang. Bentuk tangan dan kaki kecil memanjang, sesuai untuk memegang cabang-cabang pohon. Jempol tangan yang pendek sangat mendukung fungsinya yang seperti gancu untuk membuka buah. Daging di sekitar pipi orangutan jantan dewasa (cheek pad) akan berkembang mulai dari umur 8 tahun atau 15 tahun hingga umur 20 tahun.
PAKAN (MAKANAN) ORANGUTAN
Orangutan tergolong Omnivora. Orangutan memakan hampir sebagian besar jenis buah-buahan yang terdapat di dalam hutan (60% makanan orangutan adalah buah-buahan, seperti : rambutan, mangga, durian, manggis, duku, dan sebagainya). Selain buah-buahan sebagai makanan pokok, sumber makanan lainnya adalah daun-daunan, kulit kayu, tunas muda, bunga-bungaan, serta beberapa jenis serangga seperti rayap dan semut pohon. Berdasarkan pengamatan orangutan juga dapat memakan daging. Biasanya mereka memakan daging siamang atau monyet yang telah mati.
Untuk mendapatkan air, mereka melubangi bagian batang pepohonan yang berguna untuk manampung air hujan dan meminumnya dengan cara menghirup dari pergelangan tangannya. Orangutan juga mengambil makanan yang berupa mineral dari dalam tanah, namun dalam jumlah yang sangat sedikit.
SATWA ARBOREAL
Orangutan merupakan satwa arboreal, yaitu satwa yang menghabiskan sebagian besar waktu hidupnya di atas pohon mulai dari makan, minum, sampai istirahat/tidur di saran g yang mereka bangun di pepohonan dan jarang sekali turun ke tanah,.
Orangutan dapat membuat 2 (dua) hingga 3 (tiga) sarang setiap harinya. Klasifikasi yang diberikan oleh Van Schaik dan Idrusman (1996) mengenai posisi sarang adalah :
Posisi I : Posisi sarang terletak di dekat batang utama.
Posisi II : Sarang berada di pertengahan atau di pinggir percabangan tanpa menggunakan pohon atau percabangan pohon lainnya.
Posisi III : Sarang terletak di puncak pohon.
Posisi IV : Sarang terletak di antara dua cabang atau lebih, dari tepi pohon yang berlainan.
PETA SEBARAN ORANGUTAN
Peta Sebaran Orangutan
Peta Sebaran Orangutan

Tanya Jawab Tentang Orangutan
T: Orangutan terdapat di pulau mana saja ?
Di Sumatera dan Kalimantan. HANYA di pulau-pulau inilah terdapat orang utan. Mereka kebanyakan menetap di pohon dan kadang-kadang turun ke tanah.
T: Apa makanan orangutan?
Makanan utamanya adalah buah (60%)
Daunan yang masih muda (25%)
Bunga dan kulit pohon (10%)
Semut, jangkrik dan rayap (5%)
Telur, kadang-kadang.
T: Apa yang bukan makanan orangutan?
Daging dan ikan. Mereka suka telur tapi tidak suka makan burung ataupun binatang lainnya.
T: Apakah orangutan satwa yang suka muncul pada malam hari?
Tidak, mereka aktif mulai pagi hari dan tidur pada saat matahari terbenam sekitar jam 7.
T: Berapa lama siklus hidup orangutan?
Di alam bebas sekitar 45-50 tahun. Malah ada yang hidup sampai 65 tahun di penangkapan.
T: Seberapa besar tubuh orangutan?
Bayi baru lahir bisa mencapai berat setengah kilo. Orangutan dewasa betina bisa mencapai tinggi 1,3 meter dan berat 45 kg. Sang jantan bisa mencapai tinggi 1,8 meter dan berat 120 kg.
T: Bagaimana bunyi suara orangutan?
Mereka berkomunikasi dengan bunyi iikkk-iikkk squeak. Anak orangutan bisa menangis seperti bayi, dan orangutan muda suka menjerit-jerit seperti anak nakal. Orangutan dewasa bisa mengeluarkan bunyi panjang selama satu menit. Di hutan suaranya bisa terdengar sejauh 300 meter. Sang jantan mengembungkan kantong lehernya dan mengeluarkan seruan panjang. Suaranya bisa keras, bernada tinggi dan di hutan sampai bisa terdengar sampai sejauh satu kilometre.
T: Apa beda antara orang utan jantan dengan orangutan betina ?
Yang jantan lebih besar dari yang betina. Semakin dewasa, bentuk muka jantan juga semakin berubah. Sang jantan memiliki kumis dan janggut. Kelakuan sang jantan terhadap betina sangat dominan. Pipinya lebar dan lehernya berkantong.
T: Berapa bayi dilahirkan satu betina ?
Biasanya hanya satu, jarang sekali betina melahirkan kembar. Jangka kehamilan orang utan mirip manusia, hampir 9 bulan.
T: Kapan sang anak berpisah dari ibunya?
Orangutan muda mengikuti ibunya sampai umur 6 atau 7 tahun. Mereka minum air susu ibu sampai umur 3 tahun sambil belajar memakan makanan lain. Sang ibu mengajarkan mereka cara hidup di hutan. Hubungan ibu-anak sangat dekat.
T: Apakah mereka hidup dalam satu kelompok keluarga ?
Tidak, yang dewasa menghabiskan waktu seorang diri. Hanya bayi dan anak2 tinggal bersama ibu. Tetapi ibu dan anak sering bertemu kembali dan anak2 bermain bersama.
T: Pada umur berapa orang utan bisa disebut dewasa?
Sang betina mulai melahirkan bayi pada usia 9 atau 12 tahun. Sang jantan mulai antara umur 9-15. Pada saat ini kumis, janggut dan pipi mulai tumbuh. Kadang pipi dan kantong leher tumbuh pada usia lebih dari 20 tahun, Kadang tidak sama sekali.
T: Apakah orangutan memiliki tempat tinggal?
Ya, mereka membuat sarang sementaradi ranting pohon yang tinggi.
T: Dimana mereka tidur?
Mereka tidur di sarang mereka, setiap malam mereka tidur di sarang baru. Batang2 pohon mereka rajut menjadi keranjang. Kadang kualitasnya sangat bagus. Kadang lebar keranjang bisa mencapai satu meter. Orangutan selalu membuat sarang dipagi hari untuk beristirahat dan bermain; jika sang betina memiliki beberapa anak, ia bisa membuat 2 atau 3 sarang per hari. Sang betina juga menggunakan sarang sebagai tempat melahirkan.
T: Apakah mereka berbahaya atau agresif?
Biasanya tidak. Kadang dalam penangkapan mereka bisa menjadi agresif, tergantung bagaimana mereka diperlakukan. Mereka 6 kali lebih kuat dari manusia, memiliki 4 tangan dan gigitannya sangat kuat. Biasanya mereka mahluk tenang. Jika orang utan jantan berpapasan dengan jantan lainnya, mereka akan mencoba menghindari perkelahian dengan bergaya seakan mengancam dan saling bertatapan. Kalau ini tidak berhasil mereka mungkin akan berkelahi.
T: Apakah orang utan mempunyai musuh ?
Ya, hanya beberapa – terutama manusia. Sebelumnya, macan tutul dan macan Sumatera musuh mereka. Tapi hewan-hewan inipun punah ditangan manusia.
T: Kenapa mereka mengalami kepunahan?
Pertama, kita menghancurkan hutan tempat hidup mereka. Kedua, mereka berkembang biak secara lamban. Di alam bebas, sang betina hanya berkembang biak sekali dalam 6-7 tahun. Ketiga, mereka ditangkap untuk dimakan, dijadikan hewan piaraan dan hiasan.
T: Apa yang dimaksudkan dengan pusat rehabilitasi?
Pusat-pusat rehabilitasi dibentuk guna mengakomodasi orangutan piaraan yang diselamatkan atau disumbangkan. Tujuan mereka adalah untuk mengajarkan orang utan agar bisa hidup kembali di hutan. Banyak orangutan sudah dikembalikan ke hutan dengan sukses.
sumber :  id.orangutancentre.org/